Seringkali konflik antara mertua dan menantu tidaklah
bisa dihindarkan. Terlebih ketika situasinya adalah tinggal dirumah yang sama
atau memang datang bertemu rutin setiap hari untuk kebutuhan tertentu.
Oleh karena sering bertemu, maka komunikasi yang
sering dan bersifat terbuka tentu dapat memancing terjadinya diskusi atau
bahkan konflik.
Namun berikut adalah 4 TIPS
sehingga konflik dapat menjadi sesuatu yang membangun hubungan antara mertua
dan menantu:
#1 Terima Niat Baiknya
Orangtua dari pasangan
kita pada umumnya menyayangi pasangan kita sebagai anak kandung mereka.
Seringkali konflik terjadi ketika di mata mereka (*belum tentu benar) bahwa
anak mereka diperlakukan kurang layak oleh kita sebagai pasangannya. Maka
komentar atau masukan muncul sebagai reaksi atas rasa sayang mereka kepada
anaknya.
Cara mereka menyampaikannya bisa jadi sangat keliru,
pesan yang mereka tangkap bisa jadi sangat keliru! Tetapi cara kita merespons
selalu akan menentukan apakah konflik antara mertua dan menantu akan terjadi
atau tidak.
Dan ini yang perlu kita lakukan
sebagai menantu: terima niat baiknya!
Sadari bahwa baik menantu dan
mertua berada di pihak yang sama, yaitu: pihak yang mencintai satu orang yang
sama!
Maka bayangkan betapa bahagianya sang pasangan, kalau kedua belah
pihak bekerja sama untuk memberikan pernyataan kasih kepada pasangan kita.
#2 Salurkan evaluasi/masukan
MELALUI anaknya
Anda sebagai menantu
ataupun mertua tidak mungkin merupakan manusia yang sempurna tanpa salah. Ada
moment dimana kita bisa khilaf. Tanpa bermaksud sama sekali, bisa saja kita
menyinggung perasaan orang lain.
Bisa juga apa yang
orang lain kerjakan, termasuk cara bekerjanya, tidak sesuai dengan harapan
kita.
Jika ini bicara soal antar pasangan, maka solusinya gampang
sekali! Yaitu keterbukaan.
Tetapi pendekatan berbeda perlu
diambil dalam hubungan mertua dan menantu.
Masukan (*atau bahkan
kritik) antara mertua dan menantu bukan tidak dapat dilakukan sama sekali.
Tetapi dibutuhkan 2 hal untuk ini bisa berhasil dilakukan dengan baik, yaitu:
- perantara
untuk melakukannya, dan
- kesadaran
bahwa memang tidak adanya ikatan atau komitmen antara mertua dan menantu
1. Perantaranya tentu adalah anak
kandungnya!
Hal ini berlaku untuk keduanya, baik menantu maupun mertua.
Ketika menantu memiliki konflik dengan mertuanya,
sampaikan melalui pasangannya yang adalah anak kandungnya.
Demikian juga, ketika mertua memiliki konflik dengan menantunya, sampaikan juga
melalui anaknya, yang adalah pasangan dari menantunya.
TIDAK PERNAH DISARANKAN UNTUK
MENYAMPAIKAN SENDIRI MASUKAN / EVALUASI TANPA MELALUI ANAK KANDUNG SEBAGAI
PERANTARA-NYA! Seberapa baikpun
hubungan antara mereka berdua saat ini!
Nah, Ini yang paling penting untuk
diingat!
Cara menyampaikan dan kapan disampaikan, diserahkan
kepada perantara tersebut. Isi dari pesan boleh dititipkan, tetapi mengenai
cara dan kapan disampaikan percayakan kepada pasangan yang paling tahu kapan
dan bagaimana menyampaikannya secara tepat.
Harapan yang realistis dari tujuan memakai perantara
ini adalah agar uneg-uneg, atau apa yang perlu disampaikan PASTI AKAN
DISAMPAIKAN. Sehingga komunikasi dapat terus terjalin. Sehingga kesehatan
emosional baik oleh mertua maupun menantu dapat tercapai melalui merasakan
kelegaan.
2. Sadar bahwa Tujuan dan
Komitmennya Berbeda
Saat dua orang
menikah, maka memang diadakan ikatan antara kedua orang tersebut BESERTA
keluarganya. Tetapi sesungguhnya ikatan dan komitmen bukanlah hal yang sama.
Komitmen tetap memang hanya terbatas diantara kedua pasangan tersebut! Tidak
pernah termasuk diantara keluarga mereka.
Maka masukan atau kritik antara
menantu dan mertua bisa diberikan, tetapi tidak dalam tujuan yang sama seperti
masukan atau kritik antara pasangan.
Dalam hubungan pasangan suami-isteri, kritik atau
masukan diproses SUPAYA TERJADI PERUBAHAN sehingga menjadi pasangan yang lebih
baik bagi satu sama lain.
Namun, hal berbeda tujuan ketika kritik atau masukan
disampaikan antara mertua dan menantu. TUJUAN UTAMANYA BUKAN SUPAYA TERJADI
PERUBAHAN.
Ini BUKAN soal berhasil atau tidak berhasil didengar/dipatuhi, berubah atau
tidak berubah, melainkan sekedar SUDAH disampaikan sudah cukup.
Karena sesungguhnya tanpa adanya
komitmen, tidak bisa untuk menuntut seseorang berubah seperti maunya kita!
Suka atau tidak suka, sadar atau tidak sadar; hubungan antara mertua dan
menantu bukanlah sebuah hubungan dengan komitmen. Melainkan hanya hubungan yang
tercipta sebagai efek samping dari adanya komitmen antar pasangan untuk terikat
di dalam pernikahan!
Maka: mertua tidak bisa mengatur menantu, sama seperti
menantu juga tidak bisa mengatur mertua!
Mertua tidak bisa mengeluh kalau tampak seperti “anak kandungnya sendiri” tidak
membelanya. Karena sesungguhnya anak kandungnya terikat komitmen dengan
pasangannya, maka tentu harus “mengutamakan lebih dulu” pasangannya!
Menantu juga tidak bisa mengeluh kalau pasangannya tidak cukup “membelanya”
karena tidak mampu memaksa orangtuanya untuk berubah mengikuti
kemauan/keinginan pasangannya.
Karena sekali lagi, tujuannya bukan
menang atau kalah! Berubah atau tidak berubah! Melainkan agar komunikasi yang
sehat bisa terus terjalin.
Dan dari sini, baru langkah
berikutnya dapat membuat perbedaan yang cukup signifikan!
#3 Tunjukkan Kita Berubah!
SEMUA masukan atau kritikan yang diberikan, baik oleh mertua
kepada menantu maupun antara menantu kepada mertua, adalah hampir tidak mungkin
kalau SAMA SEKALI tidak ada yang satupun “mengandung” kebenaran.
Walau bagaimanapun, kedewasaan kita diperlukan untuk
mau mengakui kebenaran yang ada dan melakukan perubahan yang memang perlu
dilakukan. Jika selama ini kita belum bertindak secara dewasa, detik ini adalah
saat yang paling tepat untuk melakukannya.
Terlepas dari caranya
orang memberikan masukan kepada kita, mari kita melihat kebenaran yang
terkandung di dalamnya.
Dan perubahan yang kita lakukan BUKAN kita lakukan untuk memuaskan
orang yang memberi masukan, melainkan kita lakukan untuk menunjukkan kasih
kepada orang yang kita kasihi. Yang adalah: pasangan kita terkasih atau anak
kita terkasih.
Menghormati orang yang
disayang oleh orang yang kita kasihi selalu akan memberikan perubahan dan
kelegaan besar! Lakukan hal ini karena kasih! Dan langkah paling praktis
sederhana untuk menghormati untuk tidak lupa mengucapkan terima kasih dan maaf.
Ini merupakan langkah
kecil berdampak besar! Sebuah tindakan mudah, asal kita dewasa dan rendah hati!
Mari kita melakukannya
#4 Anak Jangan Malah Jadi
Penyebab Konflik
Dengan alasan curhat
kepada orangtua, seorang anak bisa TANPA SADAR bercerita tentang “kekurangan”
pasangannya kepada orangtunya. Akhirnya tanpa dia sadari, bahwa orangtuanya
terluka dengan mendengar atau melihat bagaimana anaknya diperlakukan oleh pasangannya
(= menantunya).
Lalu, juga tanpa sadar, sang anak bertanya-tanya: Mengapa
orangtuanya tidak terlalu suka dengan pasangannya?
Karena itu penting agar anaknya jangan malah jadi penyebab
konflik, dengan cara *terbiasa” menjelek-jelek kan pasangan!
Sangat penting untuk anak menjadi
pendamai dan peneduh dari konflik mertua dan anak.
Bagaimana caranya menjadi pendamai dan peneduh?
Lakukanlah sebaliknya! Bukannya menjelek-jelekkan pasangan, setiap kali
bertemu: pujilah pasanganmu sesering mungkin!
Buatlah hati orangtua menjadi teduh. Merasa tenang, karena melihat dan
mendengar bagaimana anaknya diperlakukan dengan baik oleh pasangannya.
0 Comments:
Posting Komentar